Rabu, 27 Mei 2009

Penagamen Jalanan

Tadi makan ayam goreng nasi uduk di depan Planet Dago (gak persis di depannya), enak lho! Jelang selesai makan datang gerombolan pengamen anak-anak kecil sebanyak enam orang dengan masing-masing satu instrumen musik, tiga gitar, dua biola dan satu perkusi dari kaleng Pocari Sweat diisi pasir.

Stop beri uang, beri kami kesempatanMenggebrak hadirin yang sedang makan secara medley dengan lagu Bond (satu yang badannya paling tinggi jadi komando dengan biolanya, pengen jadi Haylie Ecker kayaknya), berpindah lagu dengan bridge The Final Countdown Europe ke lagu Sakura Fariz RM sekaligus mereka bernyanyi juga, lalu disambung dengan lagu-lagu lain (nggak inget lagu apa aja) dan diakhiri dengan Cindai Siti Nurhaliza.

Receh skala ribuan saya berikan, padahal sangat jarang saya memberi uang kepada pengamen, mungkin karena mereka mengamen secara serius, bukan sekadar menumpuk tutup Teh Botol atau Coca Cola yang dipaku pada batang kayu sehingga berbunyi kecrek-kecrek, masih asing buat saya anak jalanan bermain biola sebab rasanya sulit mencari instrumen biola secara murah (kalo gitar sih banyak). Saya bisa sedikit bermain gitar dan pernah sekali mencoba menggesek biola, ternyata susah walau hanya untuk membunyikan satu nada secara konstan.

Kalau saya pikirkan kadang saya ini tak punya rasa kasihan, jarang memberi uang kepada pengamen jalanan, apalagi pengamen di lampu merah persimpangan (mengamen di jalan tak ada bedanya dengan mengemis). Saya tak ingin memberi mereka rasa kasihan, sebab rasa kasihan akhir-akhir ini sering menjadi arti lain sebuah ejekan, misalnya ungkapan “kaciaan deh lu” sambil meliuk-liukkan telunjuk dari atas ke bawah di depan muka.

Saya ingin peduli (rasa kasih, bukan rasa kasihan) tapi tak bisa berbuat apa-apa secara langsung kepada mereka, sebab masalah pengamen jalanan adalah porsinya pemerintah kota, bukan porsinya person to person. Tak akan saya pungkiri bahwa kepedulian person to person hanya saya lakukan kepada keluarga, teman dan sahabat, atau rekan kerja.

Akhir November tahun lalu ada kampanye Stop Beri Uang, Beri Kami Kesempatan, saya tidak tahu harus bersikap seperti apa terhadap kampanye tersebut, memberi uang salah tapi tak bisa memberi kesempatan.

Tidak ada komentar: